Jurnalisme Masa Depan dan Peranan Social Networking

Posted: Senin, 03 Mei 2010 by piriwitbandung in
0

Iman Purnama (210110080071)

Refa I Adiredja (210110070053)

Jurnalistik Masa Depan

Fenomena internet sebagai media penyampai informasi memang menarik untuk ditelaah lebih lanjut. Kini, semua orang begitu bebas dalam mengakses informasi. Bahkan, semua orang kini bebas menyampaikan informasi kepada siapa saja – melalui internet. Fenomena tersebut membentuk suatu budaya baru yang bernama citizen journalism (jurnalisme warga). Siapa saja berhak menyampaikan informasi. Siapa saja berhak menjadi “jurnalis”. Lalu, bagaimana dengan nasib jurnalis “professional” ?

Fenomena citizen journalism tidak bisa dipisahkan dengan munculnya media baru, yaitu internet. Dengan adanya suatu media baru yang dapat menembus batas-batas sosial secara masif, citizen journalism semakin mendapat angin segar.

Namun, walaupun demikian, ada satu hal yang patut dicermati, yaitu etika. Adakah seperangkat peraturan yang mengatur tentang bagaimana citizen journalism dipraktekkan? Jika tidak, apakah lalu trend jurnalisme baru ini bebas nilai? Jika memang citizen journalism ini bebas nilai, maka dampak apa yang akan terjadi di masyarakat? Bayangkan jika ada suatu seperangkat sistem sosial bernama citizen journalism terbebas dari nilai dan norma yang ada di masyarakat.

Mau tak mau, jika kita berbicara tentang proses pengumpulan, pengolahan, dan pembuatan berita (jurnalisme), maka sudah tentu bakal berbicara tentang etika pers. Etika pers adalah hal-hal yang berhubungan dengan baik atau buruknya pers. Perwujudan nyata dari etika pers ini adalah kode etik jurnalistik. Kode etik tersebut memuat apa-apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan wartawan dalam menjalankan tugasnya. Dengan adanya hal tersebut, maka wartawan mempunyai semacam pedoman dalam menjalankan profesinya.

Seiring semakin pesatnya trend citizen journalism di dunia muncul suatu permasalahan : bagaimana agar citizen journalism berjalan sesuai dengan koridor yang berlaku? Bukan menjadi rahasia lagi jika sesuatu hal menjadi sangat berbeda jika sudah di publish ke masyarakat luas melalui internet (dengan asumsi internet termasuk media massa). Bukan tidak mungkin seseorang menyebarkan propaganda yang negatif melalui blog, forum, atau fasilitas lainnya yang ada di internet. Atau bukan tidak mungkin juga seseorang yang melakukan aktivitas citizen journalism menyebarkan informasi tanpa disertai keakuratan data yang absah dan cover both sides.

Dengan begitu, perkembangan citizen journalism ke depannya memerlukan suatu aturan-aturan yang jelas tentang bagaimana etika penggunaannya. Citizen journalism yang sudah berkembang di masyarkat Barat tentunya berpegang teguh pada nilai-nilai dan norma yang berlaku. Dan masyarakatnya memang sudah paham akan hal itu, sehingga aktivitas citizen journalism dipandang sebagai sesuatu yang konstruktif bagi perkembangan jurnalisme masa depan. Jika Indonesia ingin menerapkan konsep citizen journalism, maka masyarakat Indonesia sendiri harus sudah paham akan “kebebasan berbicara dan berpendapat” yang berdasar pada nilai dan norma sosial. Jika kita melihat kenyataan yang terjadi, dimana para pengguna internet di Indonesia cenderung menggunakan internet sebagai ajang pelampiasan kekesalan, maka kami rasa kita masih harus banyak belajar pada citizen journalism di Barat sana.

Walaupun demikian, prospek citizen journalism ini akan cerah ke depannya. Masyarakat bisa bebas berekspresi terhadap suatu masalah atau peristiwa. Hal itu didorong oleh fenomena semakin banyaknya media yang tidak berpihak pada rakyat. Media-media yang ada sering ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan pihak tertentu, termasuk kepentingan pemilik media tersebut atau bahkan kepentingan penguasa. Dengan demikian, citizen journalism bisa menjadi alternative bagi siapa saja yang sudah jemu oleh pemberitaan media massa konvensional.

Ditambah lagi, penggunaan gadget seperti smartphone dan aplikasi-aplikasi internet untuk handphone sudah mewabah di masyarakat luas. Selain itu juga, perusahaan-perusahaan internet tidak kalah untuk menawarkan paket-paket murah untuk pengguna internet rumahan. Oleh karena itu, trend citizen journalism akan semakin mendapat perhatian di masyarakat.

Belum lagi terdapat masalah yang dihadapi media massa cetak, yaitu masalah bahan baku (kertas). Dengan melonjaknya harga kertas di pasaran dan izin penebangan hutan yang semakin ketat, media massa cetak pun mengkonvergensi medianya ke dalam media online melalui e-paper.

Pada akhirnya citizen journalism dipandang menjadi sesuatu hal yg positif bagi professional journalism. Keduanya akan saling bersinergi bahkan menjadi partner.

Peran social networking terhadap jurnalisme

Memang tidak bisa dipungkiri peran social networking, sepeti Facebook, Twitter, dll terhadap jurnalisme itu cukup besar. Dengan adanya social networking tersebut, para jurnalis akan memperoleh informasi yang beredar di kalangan masyarakat “akar rumput” (grass-root). Dan jurnalis tersebut akan meliputnya sebagai berita di media massa.

Sebagai contoh adalah kasus Erza Rahmawan yang mencaci maki Persib di Faebook. Persitwa tersebut pada akhirnya dijadikan bahan berita oleh berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Sama halnya dengan kasus Luna Maya yang menghujat wartawan infotainment di akun Twitter miliknya.

Selain itu juga, ada beberapa kasus yang berhubungan dengan social networking, seperti :

· Kasus Prita Mulyasari dengan RS Omni Internasional

· Kasus Bilqis yang pada mulanya beredar di internet

· Foto dan video pornografi yang dilakukan artis-artis ternama

· Kasus-kasus human trafficking

· Kasus pembobolan kartu kredit

· Dll.

Dari berbagai kasus tersebut, bisa dilihat bahwa penggunaan social networking juga akan memudahkan pekerjaan wartawan. Mereka akan lebih mudah memantau peristiwa apa yang sedang terjadi di lapangan. Dengan demikian, wartawan akan lebih mudah dalam bekerja.

Namun di sisi lain, para wartawan juga harus mencermati keakuratan data yang tersaji dalam social networking tersebut. Bisa jadi kejadian tersebut hanyalah hoax belaka.

Selain itu, media massa konvensional, seperti media cetak (Kompas, Republika, dll) atau media elektronik (TV One, Metro TV, Radio Elshinta, PR FM, dll) juga telah membuat akun di social networking, seperti Facebook atau Twitter. Hal itu dimaksudkan untuk mempermudah feedback dari khalayaknya. Khalayak tidak lagi menjadi pasif dalam mengomentari suatu peristiwa / kejadian. Mereka dengan aktifnya berpartisipasi dalam akun social networking media konvensional.

Salah satu alasan mengapa mereka ikut terjun ke dalam ranah internet adalah persaingan antar media yang semakin ketat, dan investor-investor iklan yang mulai beralih pada dunia social networking. Jadi, media massa tersebut mencoba untuk mencari perhatian kembali para investor agar medianya tetap hidup.

Di samping itu, kita juga perlu mencermati bahwa begitu mudahnya orang membuat akun di social networking. Bukan tidak mungkin terjadinya pembuatan akun palsu yang membuat kahalayak tertipu. Tertipu disini bukan hanya dalam hal informasi saja, tetapi dari hal material pun bisa terjadi. Para jurnalis harus mencermati dengan pasti siapa penyebar informasi yang ada di dunia maya agar informasi yang diperolehnya untuk bahan berita tetap akurat.

Namun kita juga harus mencermati bahwa hal-hal diatas belum efektif 100 %, karena pengguna internet di Indonesia masih terbatas pada kalangan menengah ke atas. Penduduk Indonesia yang masih tinggal di desa-desa belum mendapat akses informasi yang cepat tersebut. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dan media massa yang membuat akun di social networking tersebut.